e-περιοδικό της Ενορίας Μπανάτου εν Ζακύνθω. Ιδιοκτήτης: Πρωτοπρεσβύτερος του Οικουμενικού Θρόνου Παναγιώτης Καποδίστριας (pakapodistrias@gmail.com), υπεύθυνος Γραφείου Τύπου Ι. Μητροπόλεως Ζακύνθου. Οι δημοσιογράφοι δύνανται να αντλούν στοιχεία, αφορώντα σε εκκλησιαστικά δρώμενα της Ζακύνθου, με αναφορά του συνδέσμου των αναδημοσιευόμενων. Η πνευματική ιδιοκτησία προστατεύεται από τον νόμο 2121/1993 και την Διεθνή Σύμβαση της Βέρνης, κυρωμένη από τον νόμο 100/1975.

Τα νεότερα στα θεματικά ένθετα

Παρασκευή 29 Δεκεμβρίου 2023

Ensiklikal Kepatriarkhan Pesta Kelahiran Tuhan (2023)

+ B A R T H O L O M E U S

Oleh Rahmat Allah, Episkop Agung Konstantinopel-Roma Baru

dan Patriark Ekumenikal

kepada Sang Pemilik Gereja,

Rahmat, Belas Kasih, dan Damai

dari Kristus sang Juruselamat Kristus lahir di Bethlehem.

* * *

Para saudara hirarki yang terhormat,

Anak-anak terkasih di dalam Tuhan,

Dengan rahmat Allah, sekali lagi, tahun ini kita merayakan melalui nyanyian, pujian, dan kidungan rohani Kelahiran dalam daging Putra pra-kekal dan Sabda Allah, yaitu manifestasi misteri Allah dan umat manusia. Menurut Agios Nikolas Kabasilas, apa yang terjadi dalam Liturgi Ilahi adalah “mistagogi inkarnasi Tuhan,” sedangkan aklamasi pengantarnya “Terberkatilah Kerajaan sang Bapa, sang Putra, dan sang Roh Kudus” adalah bukti “bahwa melalui Inkarnasi Tuhan, manusia pertama-tama mengetahui bahwa Allah itu tiga pribadi.”[1] Bapa suci yang sama menyatakan bahwa Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus adalah yang pertama dan satu-satunya yang menunjukkan manusia yang otentik dan sempurna, sehubungan dengan etos, kehidupan, dan segala hal lainnya.”[2]

Pengangkatan kodrat manusia dalam pribadi sang Putra dan Sabda Allah, serta terbukanya jalan pengilahian manusia melalui rahmat, menambah nilai yang tiada tandingannya bagi umat manusia. Melupakan kebenaran ini menyebabkan berkurangnya rasa hormat terhadap pribadi manusia. Pengingkaran terhadap takdir tertinggi umat manusia tidak hanya memutus mereka, namun juga berujung pada beragamnya reduksi dan perpecahan. Tanpa menyadari asal muasal ilahi dan harapan mereka akan keabadian, manusia berjuang untuk tetap menjadi manusia dan tidak mampu menangani kontradiksi “kondisi manusia”.

Persepsi Kristiani tentang keberadaan manusia memberikan solusi terhadap permasalahan yang disebabkan oleh kekerasan, perang, dan ketidakadilan di dunia kita. Rasa hormat terhadap pribadi manusia, perdamaian, dan keadilan adalah anugerah dari Allah; Namun, membangun perdamaian yang berasal dari Kristus memerlukan partisipasi dan kerja sama umat manusia. Pandangan Kristiani tentang perjuangan perdamaian terletak pada perkataan Kristus Juruselamat kita, yang mewartakan perdamaian, menyapa murid-murid-Nya dengan salam “Damai sejahtera bagimu” dan mendorong kita untuk mencintai musuh kita [3]. Wahyu di dalam Kristus disebut “Injil perdamaian.”[4]

Artinya, bagi kita umat Kristiani, jalan menuju damai adalah melalui damai dan tanpa kekerasan, dialog, cinta kasih, pengampunan, dan rekonsiliasi memiliki prioritas di atas bentuk-bentuk penyelesaian perbedaan lainnya. Teologi perdamaian diungkapkan dengan jelas dalam dokumen Patriarkat Ekumenis Untuk Kehidupan Dunia: Menuju Etos Sosial Gereja Orthodox (2020):

“Tidak ada yang lebih bertentangan dengan kehendak Allah terhadap ciptaan-Nya yang dibentuk menurut gambar dan rupa-Nya selain kekerasan satu terhadap yang lain . . . Kita dapat dengan tepat mengatakan bahwa kekerasan adalah dosa yang par excellence. Ini adalah kontradiksi sempurna antara kodrat tercipta kita dan panggilan supernatural kita untuk mencari persatuan dalam cinta dengan Allah dan sesama kita. . . Perdamaian adalah wahyu nyata dari realitas ciptaan yang lebih dalam sebagaimana yang Allah kehendaki dan sebagaimana Allah telah membentuknya dalam rencana kekal-Nya.”[5]

Perdamaian tidak bisa dijaminkan; itu tidak terbukti dengan sendirinya. Ini merupakan sebuah kewajiban, suatu pencapaian, dan perjuangan yang tak henti-hentinya dilestarikan. Tidak ada solusi otomatis atau resep permanen. Dalam menghadapi ancaman terhadap perdamaian yang terus berlanjut, kita perlu memiliki kewaspadaan dan kemauan untuk menyelesaikan masalah melalui dialog. Pahlawan besar politik adalah pejuang perdamaian. Bagi kita, peran agama dalam menciptakan perdamaian, mestilah digarisbawahi. Hal ini terjadi pada saat agama dikritik karena memupuk fanatisme dan kekerasan “atas nama Tuhan” alih-alih menjadi kekuatan perdamaian, solidaritas, dan rekonsiliasi. Namun, hal ini menunjukkan adanya keterasingan terhadap keyakinan agama dan bukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan darinya. Iman yang sejati kepada Tuhan adalah kritik paling keras terhadap fanatisme agama. Agama adalah sekutu alami seluruh umat manusia yang memperjuangkan perdamaian, keadilan, dan pelestarian ciptaan dari kehancuran manusia.

Tahun ini, dunia merayakan ulang tahun ke-75 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (10 Desember 1948), yang merupakan ringkasan cita-cita dan nilai-nilai dasar kemanusiaan, “standar bersama, yang harus menjadi tujuan semua orang dan semua negara.” Hak Asasi Manusia, yang titik fokus utamanya mencakup perlindungan martabat manusia dengan kondisi individu, sosial, budaya, ekonomi, dan ekologinya, hanya dipahami dalam dinamika aslinya jika diakui sebagai dasar dan kriteria perdamaian global, dengan mengasosiasikannya dengan kebebasan dan keadilan. Dalam pengertian ini, masa depan hak asasi manusia dan perdamaian juga terkait dengan kontribusi agama dalam menghormati hak asasi manusia dan mewujudkannya.

Dengan pikiran dan kepekaan perayaan ini, dengan keyakinan penuh bahwa kehidupan Gereja itu sendiri terdiri dari perlawanan terhadap ketidakmanusiawian. Dimanapun ketidakmanusiawian tersebut muncul, kami mengundang kalian semua untuk berjuang dengan baik dalam membangun budaya perdamaian dan solidaritas, di mana orang akan memandang sesama manusia sebagai saudara laki-laki atau perempuan dan teman, bukan ancaman dan musuh. Selain itu, kami mengingatkan kalian semua, saudara Hierarki dan anak-anak terkasih, bahwa Natal adalah saat kesadaran diri dan rasa syukur, saat terungkapnya perbedaan antara Allah-manusia dan “manusia-tuhan”, dari realisasi “mujizat agung” kebebasan di dalam Kristus dan penyembuhan “luka besar” karena keterasingan dari Allah. Akhirnya, kami berlutut dengan hormat di hadapan Maria, Bunda Allah, yang menggendong sang Sabda yang berinkarnasi, dan kami sampaikan kepadamu berkat Bunda Gereja Agung Kudus Kristus, kiranya kalian diberkati, sehat senantiasa, berkelimpahan, penuh damai, dan bersukaria akan tahun baru dari perkenanan Allah.

Natal 2023

+ Bartholomew of Constantinople

Pendoamu yang setia dihadapan Allah.

 

[1] On the Divine Liturgy XII, PG 150.392D.

[2] On the Life of Christ VI, PG 150.680C.

[3] Cf. Mt. 5:44

[4] Eph. 6:44

[5] § 42, 43 and 44.

 

Δεν υπάρχουν σχόλια: